HUKUM MENGAMBIL UPAH BACAAN AL-QURAN YANG DIHADIAHKAN UNTUK MAYIT
📗💰🚦 HUKUM MENGAMBIL UPAH BACAAN AL-QURAN YANG DIHADIAHKAN UNTUK MAYIT
Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah
Pertanyaan :
Apa pendapat anda terkait orang-orang yang mengambil upah dari membaca Al-Quran untuk dihadiahkan kepada mayit, Apakah uang-uang ini halal atau haram, termasuk makan harta manusia dengan cara yang batil?
Jawaban :
Itu termasuk memakan harta manusia dengan cara yang batil, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Syaukani rahimahullah dalam kitab Nailul Authaar, dalam kitabul Ijarah.
Adapun Sabda Nabi ﷺ :
إن أحق ما أخذتم عليه أجراً كتاب الله.
“Sesungguhnya paling berhak kalian ambil dari upah adalah kitabullah.”
Maka ini adalah hadits tentang ruqyah, walaupun hukum asalnya, yang umum itu tidak dikhususkan dengan satu sebab. Akan tetapi membatasi hadits ini karena sebab adanya sebuah hadits, karena Nabi ﷺ melarang perkara ini (yakni meminta upah membaca Al-Quran).
Dari Abdullah bin Mas’ud dan dua sahabat lainnya, keduanya berselisih dalam membaca Al-Quran, maka Nabi ﷺ bersabda :
اقرآ فكلاكما محسن ، فإنه سيأتي أقوام يتعجلونه ولا يتأجلونه
“Bacalah oleh kalian berdua Al-Quran, kalian semuanya sudah baik. Maka sesungguhnya nanti akan muncul suatu kaum, yang mereka minta disegerakan dan mereka tidak mau menundanya.”
Makna disegerakan di sini adalah mereka meminta pahalanya (upahnya) segera di dunia, mereka tidak menundanya, yakni mereka tidak menyimpan pahalanya untuk alam akhirat.
Dan tidak pernah dinukilkan kalau para sahabat Nabi ﷺ, walaupun mereka miskin, mereka membaca Al-Quran lalu mereka mengambil upah untuknya.
Bahkan apabila mereka ingin bersedekah, mereka memberikannya langsung kepada orang fakir, adapun mengatakan : “Saya akan memberimu uang, dengan syarat engkau membacakan Al-Quran untuk mayitku, maka ini tidak pernah dikerjakan Nabi ﷺ dan tidak juga dari para sahabatnya.
Adapun hadits :
اقرأوا على موتاكم ( يس )
“Bacakanlah untuk orang-orang yang sudah mati diantara kalian surat Yasin.”
Maka itu adalah hadits yang dhaif (lemah) tidak tsabit dari Nabi ﷺ. Haditsnya melalui jalan Abu Utsman dan dia bukan An-Nahdi, ia seorang majhul (tidak dikenal), meriwayatkan dari bapaknya dan bapaknya juga majhul (tidak dikenal).
Demikian juga dia kadang meriwayatkan secara marfu’, kadang meriwayatkan secara mauquf, maka dia goncang dan di dalamnya ada majhul.
📑 Qam’ul Mu’aanid 2/302
⏩|| Grup Whatsap Ma’had Ar-Ridhwan Poso
💽||_Join chanel telegram
http://telegram.me/ahlussunnahposo